Semua orang bisa jadi aktor, itu buktinya Atta Halilintar bisa famous tanpa harus main film
— Hanung Bramantyo Enggan melanjutkan kuliahnya di bidang ekonomi di Universitas Islam Indonesia dan memilih untuk lanjut kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) jurusan Fakultas Film dan Televisi menjadikan Hanung Bramantyo jadi salah satu sutradara yang diperhitungkan di tanah air.
Peraih dua Piala Citra sebagai sutradara terbaik 2005 (Brownies) dan 2007 (Get Married) mengaku sejatinya perkenalan pertamanya dengan Pram bukan lewat Bumi Manusia, melainkan Perburuan. Pria berusia 43 tahun mendapatkan batu loncatan karir untuk berkarya lewat beberapa film andalannya lainnya seperti Sang Pencerah, Soekarno, Kartini dan terbaru adalah film Bumi Manusia.
Di sini, Hanung harus putar otak agar roman dengan bobot berat itu bisa diterima pasar penonton Warkop DKI Reborn atau Dilan. Ia pun akhirnya mesti kompromi. Toh filmnya dimaksudnya sebagai film komersil. Terlebih jika sudah bicara film, bukan lagi keputusan satu orang laiknya novel yang hanya jadi tanggungjawab si penulis. Dalam film mesti menyatukan dua-tiga kepala: produser, sutradara dan atau penulis skenario. Bisa dibilang, dirinya ingin cerita anak-anak milenial nge-tweet kata-kata yang ada seperti di film tersebut. "Saya membayangkan, anak-anak SMA nge-tweet, posting Instagram dengan kata-kata: ‘Dik, cinta itu indah ya, berikut tragedi yang menyertainya’." imbuhnya.
Dalam kesempatan yang tidak begitu lama, kami opini.id mencoba mengobrol singkat dengan sutradara yang tergelitik untuk mengangkat cerita film yang diambil dari karya sastra Pramoedya Ananta Toer. Sembari menarik nafas dan bergelut dengan waktu, opini mulai bertanya banyak hal mulai dari film, nasionalisme, sampai hal pribadi dan kebiasaanya saat sedang menggarap sebuah film.